burung - burung bertebaran





















































date, hour and day

ELDO TOBING

kursor bintang berjatuhan

energy saving

Guest Book

Minggu, 12 Desember 2010

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia "Ganyang Malaysia" pada masa Soekarno berdasarkan Level of Analysis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Bagi sebuah negara yang telah merdeka dan berdaulat merupakan hal penting untuk melakukan hubungan dengan dunia internasional, terutama dengan negara – negara tetangganya yang dapat memberi nilai tambah bagi pembangunan di negara tersebut. Dalam melakukan hubungan dengan negara lain maka setiap negara menjalankan politik luar negeri yang bentuk implementasinya disebut kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri suatu negara menunjukkan dasar-dasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan internasional.
Di setiap perioderisasi tampuk kepemimpinan negara Indonesia mulai dari Soekarno hingga masa SBY mempunyai kebijakan luar negeri yang berbeda – beda karena menyesuaikan kepentingan nasional dengan isu domestik maupun internasional yang berkembang pada masa itu. Diantara kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut, pada tulisan ini akan dibahas mengenai salah satu kebijakan yang terjadi pada era Soekarno mengenai konfrontasi Indonesia dan Malasyia. Gejolak pertikaian antara kedua negara ini terjadi pada tahun 1962- 1966 yang akhirnya memunculkan kata “Ganyang Malaysia”. Pertikaian ini dilatarbelakangi oleh keinginan federasi Malaysia (Persekutuan Tanah Melayu) pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia. Hal ini tentunya ditentang oleh Soekarno karena hal tersebut melanggar perjanjian Internasional mengenai konsep The Macapagal Plan yang antara lain melalui perjanjian Manila Accord tanggal 31 Juli 1963, Manila Declaration tanggal 3 Agustus 1963 dan Joint Statement tanggal 5 Agustus 1963 tentang dekolonialisasi yang harus mengikutsertakan rakyat Sarawak dan Sabah yang status kedua wilayah tersebut tercatat pada daftar Dewan Keamanan PBB sebagai wilayah Non-Self-Governing Territories. Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sebagai “boneka Inggris” merupakan Kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru di wilayah Asia Tenggara yang hanya akan memperkuat kontrol Inggris di wilayah ini melalui konsolidasinya dengan Malaysia . Di pihak lain, Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu. Filipina dan Indonesia sebenarnya setuju untuk menerima pembentukan federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB, tetapi yang terjadi yaitu Malaysia menganggap ini menjadi persoalan dalam negeri dan negara luar termasuk Indonesia tidak boleh melakukan intervensi. Hal ini juga menyebabkan kebencian masyarakat Malaysia terhadap Indonesia dan Soekarno yang akhirnya terjadilah demo anti-Indonesia di Malaysia. Puncak dari demonstrasi itu terjadi di Kuala Lumpur pada 17 September 1963, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno dan membawa lambang negara Indonesia Garuda Pancasila ke hadapan Perdana Menteri Malaysia saat itu Tunku Abdul rahman serta memaksanya untuk menginjak lambang negara tersebut.
Tindakan ini menimbulkan kemarahan Soekarno, karena telah menginjak harga diri dan martabat Indonesia, dan Soekarno kemudian melakukan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada 3 Mei 1963 yang isinya mengenai mempertinggi ketahanan revolusi Indonesia dan bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia. Maka pada 27 Juli 1963 muncullah gerakan pembalasan terhadap Malaysia yang terkenal dengan sebutan ” Ganyang Malaysia” yang sebelumnya telah dikeluarkan pengumuman oleh Menteri Luar Negeri Indonesia pada waktu itu- Soebandrio- bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Gerakan ini sendiri diproklamirkan melalui pidato beliau yang menggugah setiap orang pada saat itu yang menyebabkan terbentuknya sukarelawan Indonesia yang akan berperang melawan Malaysia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dibentuklah suatu rumusan masalah mengenai “faktor apa sajakah yang mempengaruhi Soekarno untuk melakukan kebijakan Ganyang Malaysia” dan “bagaimana perilaku dari pembuat kebijakan (Presiden Soekarno) dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia (Konfrontasi Indonesia-Malaysia)”.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui hal apa yang mempengaruhi Sekarno dalam konfrontasinya dengan Malaysia serta bagaimana perilaku Soekarno dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Adapun manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah informasi bagi mahasiswa hubungan internasional khususnya dan masyarakat luas umumnya. juga diharapkan dapat mengerakkan keinginan para akademisi untuk melakukan penulisan dan penlitian terkait dengan konfrontasi Indonesia- Malaysia ini.
1.4. Pembatasan Masalah
Tulisan ini akan membahas mengenai kebijakan luar negeri yang dilakukan Soekarno dalam konfrontasinya dengan Federasi Malaysia yang akhirnya menimbulkan kata Ganyang Malaysia. Sedangkan kebijakan dan peristiwa lain juga dijabarkan pada masa itu karena memiliki kaitan dengan masalah yang muncul sebagai latar belakang keadaan dan juga reaksi dari kebijakan tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Singkat Soekarno
Ir. Soekarno dilahirkan di Blitar Jawa Timur pada 6 Juni 1901 adalah Proklamator kemerdekaan Indonesia bersama M. Hatta sekaligus Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto di sekolah Eerste Inlandse School, Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS) dan akhirnya beliau diterima di HBS tahun 1915. Kemudian tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan arsitektur dan tamat pada tahun 1925. Soekarno memulai karir poltiknya dengan mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal terbentuknya Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Soekarno juga dikenal sebagai penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila.
2.2 Analisis Kebijakan
Berikut ini akan dianalisis kebijakan yang dibuat oleh Soekarno didalam konfrontasi dengan Malaysia berdasarkan Level of Analysis dari sisi individu (Soekarno).
2.2.1 Kepribadian Soekarno
Pemikiran- pemikiran politik Soekarno cenderung nasionalis radikal ( Munawar Ahmad, 2007: 21) dan anti-kolonialis. Semangat anti-kolonialnya yang sangat militan di satu pihak memang menguntungkan posisinya sebagai presiden.Soekarno dikatakan, sebagai pemain sentral, karena menjadikan isu-isu tersebut untuk mengelola konflik dalam negeri ( Bambang Cipto: 2007: 90). Kepribadian yang seperti itu telah diperlihatkan selama menjadi pemimpin tertinggi di republik ini baik melalui perkataan maupun perbuatan. Beliau dikenal sebagai sosok yang menentang pemerintahan barat yang menyebarkan Nekolim ( Neo kolonialisme dan Imperialisme) ke negara dunia ketiga, sehingga dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia condong pada aliran kiri ( sosialis) yang dibuktikan melalui poros Jakarta – Beijing – Hanoi-Pyongyang axis. Beliau juga dikenal sebagai pecinta seni dimana dibuktikan dengan koleksi lukisannya yang mencapai ribuan dan tersebar di istananya. Beliau juga menghargai seniman bahkan pada saat banyak seniman dipenjara beliau pernah berkata " insinyur yang baik bisa dicetak ribuan dalam setahun tetapi kalau seniman yang baik bisa jadi hanya akan ada satu dalam seratus tahun" hal tersebut yang akhirnya memunculkan Aliran romantisme dalam dirinya. Paling diingat oleh rakyat yaitu Soekarno seorang yang memiliki cinta tanah air yang tinggi dan berorientasi pada rakyat seperti yang diungkapkan dalam karyanya Menggali Api Pancasila yang berbunyi “Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat.” Tidak perlu diragukan lagi bahwa Soekarno seorang orator ulung dan penulis piawai yang dibuktikan dengan pidatonya dengan retorika kata-kata muluk yang dapat membangkitkan semangat bagi siapa yang mendengarnya .
Diantara kepribadian yang hebat itu, terdapat sisi lain dari Soekarno dimana beliau pribadi kesepian yang takut pada kesendirian yang terjadi diakhir masa kekuasannya seperti dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat, ia menceritakannya. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.’… Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”(Adams, 2000:3). Contoh lainnya kesepian ketika beliau dalam penjara dimana Malam-malam di penjara menyiksanya dengan ruang yang sempit dan tertutup. Dinding-dinding kamar tahanannya terlalu menjepit dirinya (Adams, 2000:135).




2.2.2 Persepsi Pemimpin
Berdasarkan kepribadian Soekarno diatas, maka itu jugalah yang menjadi alasan kebijakan Soekarno terhadap federasi Malaysia yang dianggap sebagai antek Inggris dalam menyebarkan nekolim ke negara – negara Asia Tenggara. Dia secara tegas menolak konsolidasi Malaysia dengan Inggris yang hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia yang telah diperoleh dengan susah payah. Dalam pidato Ganyang Malaysia Soekarno mengatakan bahwa Malaysia bukanlah negara yang berdaulat penuh tetapi adalah suatu neo colonialist project dimana kolonialisme maupun imperialisme adalah turunan daripada kapitalisme yang ditentang Indonesia. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwasannya Soekarno tidak menginginkan manusia mengeksploitir kepada manusia yang lain, atau tidak bolehnya suatu bangsa mengeksploitir kepada bangsa yang lain, biarkan saja setiap bangsa ataupun manusia berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri.
Di sisi lain semangat nasionalisme dan kebangsaan yang tinggi diperlihatkan oleh Soekarno ketika terjadi demo besar di Kuala Lumpur terhadap Indonesia yang berujung pada perobekan foto Soekarno, kemudian massa membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul rahman – Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda. Soekarno menganggap hal itu bukan saja menginjak harga dirinya, tetapi sudah meremehkan martabat dan harga diri seluruh rakyat Indonesia. Maka dari itu beliau mengutuk tindakan tersebut dengan ketegasannya.
2.2.3 Aksi Atas Persepsi
Aksi terhadap tindakan yang diperbuat Malaysia pun ditanggapi dengan tegas oleh Soekarno diantaranya dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan ” Ganyang Malaysia” yang disampaikan melalui pidato yang berbunyi :
Kalau kita lapar itu biasa, Kalau kita malu itu juga biasa; Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat. Yoo...ayoo... kita... Ganjang...Ganjang... Malaysia; Ganjang... Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja; Peluru kita banjak; Njawa kita banjak ;Bila perlu satoe-satoe! Soekarno.
Tindakan lain yang dilakukan Soekarno setelah mengetahui perbuatan Malaysia tersebut, maka beliau memerintahkan kepada Angkatan Darat untuk berperang di Kalimantan, walaupun saat itu ditanggapi dingin oleh para Jenderal karena tidak yakin menang melawan Malaysia yang didukung Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak dikhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir Jenderal Supardjo komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang. Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya. Tindakan selanjutnya Setelah tidak maksimalnya militer, maka Soekarno menggelar perintah Dwikora yang diikuti oleh pelaksanaan operasi Dwikora untuk merekrut Komando aksi sukarelawan yang bertuliskan seperti pada lampiran dibawah. Hal ini yang memulai perang besar dengan Malaysia yang dilaksanakan oleh Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Di akhir konfrontasi ini Indonesia memutuskan keluar dari PBB pada 20 januari 1965 karena Malaysia diterima sebagai dewan keamanan tidak tetap PBB, Soekarno menganggap PBB telah menjadi boneka imperaliasme dan neo-kolonialisme amerika dan sekutunya termasuk dengan menerima Malaysia yang merupakan antek Inggris.




BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan mengenai konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia diatas, maka dianalisislah kesesuaian antara kebijakan tersebut dengan prinsip – prinsip Luar Negeri Indonesia. Kebijakan luar negeri Soekarno di nilai sangat berani dan bersifat konfrontatif. Politik konfrontatifnya jelas terlihat saat melihat realita pembentukan, negara federasi Malaya (Malaysia) oleh Inggris. Beliau memandang hal tersebut sebagai upaya Barat, terutama Inggris, untuk membentuk alat dalam melestarikan kehadiran dan pengaruhnya di Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Indonesia. Kebijakan konfrontasi tersebut dinilai baik dan buruk oleh masyarakat, di satu sisi kebijakan itu dianggap baik disebabkan dalam politik luar negerinya telah menerapkan fungsi konvensionalnya (memajukan kepentingan luar negeri Indonesia) dan memajukan serta melindungi kepentingan politik domestik. Di sisi lain meskipun pada saat itu Indonesia telah menjalankan politik bebas aktif, tetapi dalam praktek kasus ini dapat dilihat bahwasannya Soekarno yang lebih cenderung ke kiri-kirian (RRC dan Uni Soviet) dibuktikan dengan membentuk poros dengan negara sosialis tersebut yang menimbulkan persepsi kurang baik dimasyarakat mengenai konsistensinya yang bebas aktif.
Soekarno juga menjalankan prinsip PLN RI di Mukadimah UUD 1945 ayat 4 dimana beliau menganggap pembentukan federasi Malaysia yang merupakan antek Inggris merupakan perpanjangan tangan Nekolim yang dapat membahayakan kedaulatan dan kemerdekaan negara Indonesia , sehingga Soekarno menentang bentuk baru dari proses penjajahan itu. Prinsip politik luar negeri Indonesia yang ketiga mengenai memperjuangkan kepentingan nasional jelas terlihat dalam kebijakan Soekarno ini dikarenakan keamanan dan keutuhan NKRI diperjuangkan, hal ini terlihat ketika federasi Malaysia yang merupakan ‘boneka Inggris’ berusaha merebut wilayah Brunei, Sabah dan Sarawak, maka Soekarno menolak itu karena dianggap sebagai Kolonialisme dan imperialisme baru yang dapat mengancam keutuhan Indonesia. Dalam kebijakan ini Soekarno juga menjalankan prinsip luar negeri mengenai konferensi PBB hak untuk menentukan nasib sendiri (The right of self determination) dimana dia menentang keras Malaysia tentang dekolonialisasi yang seharusnya harus mengikutsertakan rakyat Sarawak dan Sabah melalui referendum apakah mereka mau bergabung dengan Malaysia atau tidak, tetapi Malaysia menganggap ini menjadi persoalan dalam negeri dan negara luar tidak boleh melakukan intervensi

Lampiran



Referensi
Buku
Nasution, Dahlan.1989. Politik Internasional Konsep dan Teori. Jakarta, Penerbit Erlangga.
Toto,Iman dan Herdianto.2001. Bung Karno dan Tata Dunia Baru.Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
Adams, Cindy. 1965. ”Soekarno an Autobiography”. Bobbs- Merrill Company : USA.
Website
Carsiwan M.Pd, dalam http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/0712.html diakses pada 20 Oktober 2010
Pada 16 September 1963 sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dalam proses dekolonialisasi, Singapura, Sarawak, Borneo Utara atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Sabah berubah menjadi negara bagian dari federasi bentukan baru yang bernama Malaysia termasuk dengan Federasi Malaya.[2][13] dan pada 9 Agustus 1965 Singapura kemudian dikeluarkan dari Malaysia dan menjadi negara merdeka yang bernama Republik Singapura.[14][15] saat tahun-tahun awal pembentukan federasi baru terdapat pula tentangan dari Filipina dan konflik militer dengan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar